Pamit

Haniifah Rihhadatul'aisy
1 min readOct 25, 2022

--

Malam ini, intensifikasi pembentukan Cumulonimbus meniupkan angin kencang, menggetarkan pohon-pohon yang tertanam tegak di antara jajaran gedung pencakar langit Jakarta. Langkah kakiku memberat, melawan angin yang menghadang cukup kuat.

Semenit berlalu, angin pun terasa kian menggigit. Kusembunyikan kedua tanganku di balik saku celana, memperoleh setidaknya sedikit demi sedikit kehangatan. Pada kala itu juga, satu hal terbersit di benakku, suatu keputusan bulat yang baru saja memperoleh ketukan palu.

Sejak dulu kala, orang tua kita sering mengingatkan, setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Proposisi klise yang terjadi pada setiap makhluk bernyawa, termasuk manusia.

Akan tetapi, aku akan selalu mengingat ini. Pertemuan antara dua pihak adalah hadiah dari Tuhan, agar masing-masing mereka dapat belajar dari satu sama lain. Sehingga, kelak kala pertemuan itu berakhir, mereka dapat menjadi lebih tangguh dari sebelumnya.

Pada wacana ini, konteks ‘perpisahan’ pun tidak terbatas pada satu situasi dan kondisi tertentu. Ada kalanya, kita dipertemukan lalu dipisahkan dengan teman, rekan kerja, atasan, kekasih, orang tua, serta hubungan-hubungan lainnya. Pun demikian, rasa yang ditinggalkan, mungkin tiada berbeda.

--

--

Haniifah Rihhadatul'aisy

There are two titles I could put on my own description: a jack of all trades, master of none; or a student of life. I do prefer the second.