Pendar Lindap

Haniifah Rihhadatul'aisy
1 min readOct 19, 2022

--

Sebagian orang merindu hujan. Keruh langit ditunggunya, rintik air dibiarkannya menjadi pelipur lara andal. Sebagian lagi, sayangnya membenci hasil kondensasi indah itu. Rintik air dianggapnya sebagai perkara, yang membatasi ruang gerak, bahkan merusak rencana.

Laksana hujan, manusia tumbuh untuk menghadapi dua kenyataan — sebagian orang menyukai dirinya, sementara sebagiannya lagi tidak. Entah pada luka keberapa, kau perlu kembali mengakui proposisi kuno itu. Tanpa sangsi, tanpa sangkalan.

Seperti bahtera yang mengarungi laut kala petang, pendar pada permukaan laut acap kali jadi panduan nahkoda. Akan tetapi, pendar tiada mampu mengukur seberapa dalam lautan itu. Begitu pun kau kala berlayar mengarungi hidup. Ribuan ekspektasi kawan, kau jadikan sebagai patokan berpikir dan bersikap. Kau pun, pada akhirnya menuntut diri untuk menyenangkan setiap orang, tanpa mengetahui, perlahan-lahan pikiranmu telah tenggelam dalam ekspektasi semu.

Sejatinya, kau lupa satu ihwal. Tuhan tidak menciptakan tiap-tiap raga yang bernyawa secara monoton. Maha Besar Tuhan yang dengan kuasa-Nya, mampu menciptakan manusia dengan karakteristik beragam, termasuk pandangannya terhadap dunia dan keilahian. Dengan fakta ini pun, kau perlu setuju, sebagian orang mungkin tidak menemukan keselarasan antara caramu dan caranya memandang satu persoalan.

Akan tetapi, disadari atau tidak, kau pun menemukan ketidaksenadaan pada cara beberapa orang dalam berpikir dan bertindak. Bagimu pun, memiliki rasa tersebut adalah lazim, tiada yang salah. Lantas, mengapa kau masih menengadah muram, kala ada manusia lain yang tidak menaruh simpati terhadapmu?

Bukankah juga, Tuhan menciptakan miliaran manusia di bumi ini? Dari ramainya umat manusia, beberapa mencintai caramu berpikir, bersikap, atau bahkan, caramu diam.

--

--

Haniifah Rihhadatul'aisy

There are two titles I could put on my own description: a jack of all trades, master of none; or a student of life. I do prefer the second.